Kedatangan
Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang,
rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang.
Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah.
Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada
tanggal 25 Oktober 1945.
Tentara Inggris datang ke
Indonesia tergabung dalam AFNEI(Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan
perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.
Namun selain itu tentara Inggris yang
datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi
pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda.
NICA (Netherlands
Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara
Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan
memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara
AFNEI dan pemerintahan NICA.
Insiden di
Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
( Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911
)
Setelah munculnya maklumat pemerintah
Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan
bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasionalSang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan
pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya.
Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan
bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman
kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah
pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru),
tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas
Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya
melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina
kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan
melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di
Surabaya.
( Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek
warna birunya di hotel Yamato )
Tak lama setelah mengumpulnya massa
di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu
menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui
pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah
Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel
Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan
Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan
dari gedung Hotel Yamato.
Dalam perundingan ini Ploegman
menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan
Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam
ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas
oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman,
sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
Sebagian pemuda berebut naik ke atas
hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman
kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersamaKoesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato
tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran
pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil
tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan
korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya
Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan
situasi.
Kematian
Brigadir Jenderal Mallaby
( Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby
)
Setelah gencatan senjata antara pihak
Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi
bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.
Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya
Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul
20.30.
Mobil Buick yang ditumpangi
Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika
akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan
terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal
Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda
Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya
mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit
dikenali.
Kematian Mallaby ini menyebabkan
pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan
pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan
dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
0 komentar:
Posting Komentar